MENGENAL GANGGUAN KESEHATAN JIWA
Oleh : Hanung Prasetya*)
Benarkah di setiap keluarga terdapat minimal satu orang mengalami gangguan jiwa?
Akhir-akhir ini kita sering mendengar dari media massa bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa meningkat, banyak Caleg yang gagal menjadi stress atau bunuh diri karena menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh….mengapa itu terjadi ?? Ya… mereka sebenarnya telah mengalami gangguan jiwa. Saat ini di Indonesia diprediksi bahwa di setiap keluarga terdapat minimal satu orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Benarkah itu? Apakah setiap penderita gangguan jiwa harus mondok? Apa sebenarnya gangguan jiwa?
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Sedangkan Kesehatan Jiwa adalah keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional individu secara optimal dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.Badan kesehatan dunia milik PBB ( WHO) mendefinisikan bahwa Kesehatan Jiwa bukan hanya tidak adanya gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Nah..dengan pengertian yang sederhana tersebut kita bisa memprediksi apakah kita termasuk orang yang sehat jiwa, namun demikian untuk menegakkan diagnosa yang valid sebaiknya kita tetap bertanya kepada ahlinya.
Bagaimanakah sebenarnya tanda-tanda orang yang mengalami gangguan jiwa? Menurut berbagai penelitian, dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam 2 golongan, yaitu :gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa).
Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya : ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan sebagainya.
Menurut Zakiah Darajat, orang yang terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih mampu hidup dalam alam kenyataan pada umumnya, sehingga penderita neurosa tidak perlu mondok di Rumah Sakit Jiwa. Sedangkan orang yang terkena psikosa tidak memahami kesukaran-kesukarannya, kepribadiannya (dari segi tanggapan, perasaan/emosi dan dorongan motivasinya sangat terganggu), tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. Orang yang menderita psikosa memerlukan perawatan yang khusus dan intensif.
Jika kita kembali menengok media massa yang memberitakan tingginya kejadian gangguan jiwa, sebenarnya apa saja yang bisa menyebabkan gangguan jiwa? Manusia merupakan makluk somato-psiko-sosial yang bereaksi secara keseluruhan ataupun secara holistic, sehingga untuk mencari penyebab gangguan jiwa maka unsur somato-psiko-sosial harus diperhatikan. Secara garis besar sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor ketiga unsur tersebut yang terus saling mempengaruhi, yaitu :
- Faktor somatik atau organobiologis, ini merupakan faktor penyebab gangguan jiwa yang disebabkan oleh keadaan fisik.
- Faktor psikologik (pasikogenik) atau psikoedukatif, contoh dari faktor ini adalah hubungan orang tua dengan anak, faktor kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah. Masalah konsep diri, pola adaptasi, tingkat perkembangan emosi dan sebagainya.
- Faktor sosiobudaya atau sosio cultural. Contohnya kestabilan keluarga, tingkat ekonomi, kondisi perumahan, nilai-nilai di masyarakat dan sebagainya.
Jika melihat situasi sekarang yang semakin kompleks, tentunya resiko terkena gangguan jiwa juga lebih besar, namun demikian gangguan jiwa dapat diminimalisir yaitu dengan berolah raga dan hidup teratur serta seimbang antara bekerja, belajar, rekreasi dan bercinta, bercinta disini bukanlah bercinta antara laki-laki dan perempuan tetapi bercinta dalam arti yang luas yaitu bagaimana menikmati hubungan positif antara orang tua dan anak, hubungan persahabatan dengan teman, persaudaraan dan sebagainya.*) Hanung Prasetya, MindPUNCTURE .
1,612 kali dilihat, 1 kali dilihat hari ini